Jumat, 25 Oktober 2013

Bangga Jadi Indonesia?


Made In Indonesia
Sering kan melihat label ini di banyak produk saat ini? Yup, bahkan label ini nangkring pada produk makanan, minuman, alat tulis kantor, alat-alat rumah tangga, bahkan sampai barang-barang mini macam gantungan kunci. Semuanya tertulis. Semuanya ada. Semuanya bangga.

Banyak pula propaganda yang dilancarkan dan diluncurkan oleh pemerintah dan perusahaan-perusahaan. "Cintailah produk dalam negeri.", "100% Love Indonesia", dsb. Ramai-ramai semua berteriak, semua ada, dan semua bangga.

Dengan mencantumkan label ini, semua produk tersebut seolah-olah benar-benar milik sendiri, milik kita bersama, milik Indonesia. Orang awam (termasuk saya) sering kali terjebak dan jatuh terjerembab dengan iklan-iklan itu. Saat perasaan nasionalisme meninggi pada suatu ketika, kita sering beli dan konsumsi produk-produk berlabel "Made In Indonesia" itu.

Terpikirkah bahwa label itu hanya sekedar label obral jualan? Hanya satu strategi jualan mereka para pengusaha? Terpikirkah bahwa label itu tak mesti menunjukkan nasionalisasi perusahaan?

Made By Indonesia
Bandingkan dengan label "Made By Indonesia". Terkesan sekilas mirip tetapi mutlak berbeda. "Made In Indonesia" tak pernah menyebutkan dengan jelas siapa pemilik usaha. Lalu "Made By Indonesia" jelas bermakna bahwa produk tersebut dihasilkan oleh perusahaan pribumi, dengan pemilik pribumi.

Dan entah..
apakah sudah ada standar operasional untuk pemberian label seperti ini. Namun yang jelas, aku pribadi lebih bangga dengan produk yang berlabel "Made By Indonesia". Hehe.. Bagaimana dengan kamu?

Sabtu, 12 Oktober 2013

Blog: buat apa sih?

Hari gini belum punya blog?
Masih inget gak waktu kamu awal-awal kenal sama internet? Kalau pas jamanku, internet aku kenal ketika SMP. Maklum lah, masih cupu gitu. Tinggal di desa, warnet dapat dihitung pake jari. Dahulu temen-temen asyik-asyiknya buat akun jejaring sosial bernama Friendster. Yaelah, apa itu. Dulu sih heboh di kalangan anak muda. Tapi gak berapa lama, akhirnya tenggelam juga. Eh, dulu itu ada MXit juga gak sih? Itu lho yang mirip Yahoo Messenger. Entah apalah namanya, hingga muncullah Facebook. Boom! Meledak di pasaran. orang-orang rame membicarakannya. "Add aku ya..", "Eh, kita belum friend lhoh..", dan sebagainya.

Aku punya akun FB semenjak kuliah. Itupun semester tengah, ya kira-kira tahun kedua lah. Dan pada waktu itu tahun 2011. Kebayang kan, kalau 5 tahunan aku gak punya FB. Haha. Cupu? Enggak juga. Tetep normal kok hidupnya. Banyak temen juga.

Sampai saat ini, di mana FB mulai ditinggalkan, dan Twitter merajalela di kalangan anak muda, aku masih aja belum punya akun Twitter. Entah kenapa, males aja bikin. Buat apa?

Sampai aku menemukan fakta bahwa aku lebih suka menulis dengan panjang lebar. Tempatnya di mana? Ya di mana lagi kalau bukan blog. Entah wordpress, blogspot, multiply... semuanya pernah aku coba. Dan dari sekian itu, yang masih aktif kupakai adalah blogspot. Kenapa? Enak aja. Haha.

Blog sama seikat dasi
Udah lama aku baru nulis ini dari sebelum bulan Juli. Biasa, tersendat KKN. Makanya, dari sini kutulis lagi blog ku ini. Fungsinya banyak banget. Bisa buat curhat pribadi, bisa buat bagi info kuliner, info wisata, info kuliah, info lomba, macem-macem lagi. Bahkan bisa untuk bisnis juga. Tetapi dari sekian yang aku baca, blog-blog saat ini lebih banyak yang berisi pengalaman hidup dan curhat tertentu.

Barangkali termasuk aku sih. Kadang aku mengulas suatu hal yang sok psikologis, sok agamis, sok saintis. Apapun lahterserah. Haha, karena pada dasarnya orang yang punya blog pribadi akan terjebak dalam curahan hati. Haha, sekali lagi aku ketawa.

Lalu, apa hubungannya dengan seikat dasi? Ini hal penting buat temen-temen yang mau menulis riwayat/biodata hidup. Jangan pernah menulis alamat blog pribadi kayak gini ke dalam CV resmi yang mau digunakan untuk lamar kerja. Kadang pewawancara iseng untuk menanyakan alamat blog/website. Lalu, mereka mengecek isi dari alamat blog tersebut. Bayangkan jika kamu sedang melamar pekerjaan profesional yang katakan, gak ecek-ecek. Kamu menjawab setiap pertanyaan yang diajukan dengan jawaban yang bombastis dan fantastis. Muluk-muluk seakan kamu bebas sama masalah yang namanya galau. Eh, taunya si pewawancara buka alamat blog yang kamu tulis di dalam CV-mu.

Alamak, ternyata isinya kisah-kisah roman picisan dan puisi-puisi yang tak pernah bertemu dengan penerbit. Haha. Kan bisa jadi bahan ketawaan dan memalukan. Bukan menyalahkan kamu punya blog pribadi, tapi jangan sampai blog pribadi dibawa ke meja resmi. Ingat itu.

Seharusnya bagaimana?
Blog yang akan dimasukkan dalam CV setidaknya blog-blog kamu yang berhubungan dengan tempat kamu melamar pekerjaan. Misal kamu ingin mengusulkan proposal dan CV lamaran kerja ke suatu perusahaan minyak multinasional. Maka, blog yang kamu masukkan adalah blog berisi riset-riset, ulasan-ulasan ilmiah yang terkait dengan minyak dan gas. Bukan malah cerita bulan purnama yang tinggal separo dimakan oleh raksasa. Kagak relevan sama sekali kayak gitu.

Itu aja dulu sih. Semoga bisa dilanjut lagi.