Senin, 16 Mei 2016

Well-saturated brain

Sob,
masih ingat postingan saya yang di Kalahkan Jenuh dengan Peluh? Di situ ada satu istilah yang saya sebutkan, yaitu well-saturated brain. Iyaps, kejenuhan saya sebut seperti itu. Sebab, memang ada kalanya seseorang itu stagnan, gak bisa ngapa-ngapain. Kejenuhan dalam benaknya sudah level kronis. Menahun ibaratnya. Gampang banget datangnya, tetapi gak terasa datangnya. Tetiba aja mandeg. Buntu sebuntu-buntunya. Secara fisik masih oke lah, tubuh masih bisa bergerak bebas dan kesana-kemari. Tetapi, bayangan otak udah gak ada kreativitasnya sama sekali.

Kita sebetulnya,
sering lho berada dalam level well-saturated brain (WSB) macam itu. Cuma ya itu tadi, gak kerasa kapan nya. Dan di sini, saya bahas khusus tentang WSB, sebab WSB menurut saya adalah sebuah penyakit. Serius, penyakit. Ya walaupun bukan penyakit klinis yang mesti menyerang organ fisik tertentu dalam tubuh sih, namun setidaknya, WSB ini tergolong dalam penyakit yang menyerang kinerja dan pola perilaku/sikap manusia. Bisa gak dimasukkan ke dalam gangguan jiwa? Belum sampai sebegitunya sih.

Dengan persiapan dan perawatan yang baik, WSB bisa disembuhkan.

WSB bisa, sangat bisa,
disembuhkan dengan setidaknya kita ketahui faktor penyebab dan bagaimana cara merawatnya, seperti beberapa hal berikut ini:

Pertama,
lingkungan aktivitas yang memang berkecepatan rendah (low-rated environment). Saya taruh faktor ini di urutan pertama karena memang yang paling besar pengaruh pada tingkat semangatnya kita adalah lingkungan. Bisa lingkungan kerja, lingkungan belajar, atau lingkungan aktivitas yang lain. Biar bagaimanapun, banyak kita baca bahwa lingkungan pula yang berperan penting dalam pembentukan karakter. Nah lhoh. Karakter mameen... Kurang serius apa coba. Makanya, beresin dulu faktor ini. Berpindahlah dari lingkungan yang lamban ke lingkungan yang lebih aktif dan enerjik. Dengan begitu, kita yang terjangkit WSB akan perlahan mengikuti arus kreativitas yang lebih cepat. Dan itu juga akan tanpa disadari sepenuhnya.

Kedua,
kurang olahraga. Ini seriusan. Work-out yang tidak sesuai atau bahkan tidak latihan olahraga fisik sama sekali hanya akan membuat kinerja fisik tidak efektif. Bawaannya hanya mengantuk, lemas, pusing, dan segala kelesuan yang lain. Logis, sebab kurang gerak dalam olahraga yang tepat, akan mempengaruhi pola metabolisme tubuh menjadi buruk. Peredaran darah tidak lancar, distribusi oksigen dan gizi yang terserap dari usus tidak maksimal, sehingga pada akhirnya, sedikit sel otak yang tersuplai darah segar beroksigen dan bergizi. Logis bukan? Makanya berolahragalah. Kalau bisa yang bersifat cardio atau memacu efektivitas kerja jantung. Rumusnya seperti ini (bisa dilihat di sini):

Hitung target detak jantung:
(220 - usia) x 0,6 = batas minimum dari target detak jantung per menit
(220 - usia) x 0,8 = batas maksimum dari target detak jantung per menit

Contoh: Jika usia saya 24 tahun, maka (220 - 24) x 0,6 = 117,6 (sekitar 118 detak per menit) untuk batas minimum, dan (220 - 24) x 0,8 = 156,8 (sekitar 157 detak per menit) untuk batas maksimum.

Ketiga,
kurang piknik. Nah yang ini baru ngehits. "Ah kamu sih, kurang piknik". Saya taruh faktor ini ke deretan ketiga karena juga cukup berpengaruh pada tingkat kesehatan otak kita. Fungsi piknik atau jalan-jalan itu banyak. Bahasa jaman saat ini adalah traveling. Bisa random traveling, atau well-planned sight-seeing. Dengan piknik, minimal otak kita bisa istirahat dari segala rutinitas. Juga, bisa menambah referensi baru yang mungkin bisa dipakai untuk percepatan pekerjaan di hari esoknya.

Keempat,
menikah? Well. Saya sendiri akhirnya 'terpaksa' meletakkan wacana menikah pada penyelesaian WSB. Kenapa? Karena setelah saya lihat dari berbagai studi kasus, banyak lho pasangan yang sudah menikah halal, sang suami menjadi sangat melejit kreativitasnya. Setelah menikah, banyak yang kemudian lancar berwirausaha. Yakin saya, bahwa mereka pun ada jatuh-bangun dalam beraktivitas, tetapi tahan banting, sebab ada seseorang yang menunggu jatah di rumah. Hehe...

Nah,
itu beberapa faktor yang saya pikir paling penting untuk menyembuhkan WSB. Untuk faktor satu sampai tiga, mudah lah diusahakan bagi setiap orang. Tetapi kalau yang keempat, gak semudah itu dilakukan. Butuh persiapan yang matang. Dan saya sedang mempersiapkannya. Hehehe...

Disclaimer: well-saturated brain adalah istilah saya sendiri, bukan istilah medis. Hehe...

Minggu, 01 Mei 2016

Wanita tercantik di dalam hidupku

Hai sob,
hari ini, aku baru mendapat pencerahan. Yakin, ini menjelaskan sejelas-jelasnya bagaimana rupa dan bentuk sebuah rejeki dari Allah. Ceritanya, aku mampir ke sebuah tempat di daerah Terban, selatannya kompleks UGM, Yogyakarta. Lalu, terdengarlah suara seseorang yang terasa empuk dan nyaman di telinga. Maka sayup-sayup di antara keramaian antrian bangjoo KFC Terban, ku cermati setiap penjelasan dari seseorang itu. Rupanya, ada semacam ceramah begitu di sekitar perempatan itu.

Begini penjelasannya (secara garis besarnya saja ya... karena ya cuma sayup-sayup ndengerin-nya):
Ada pertanyaan,
"Apa jadinya, jika lumrahnya saat setiap bayi manusia dilahirkan di dunia ini dengan keadaan kedua mata dapat memandang dengan sempurna berikut berkedip, lalu ada kalanya bayi lahir dengan mata tertutup alias buta? Apa yang akan kita labelkan kepada adik bayi yang kedua? ... apakah si adik bayi yang tunanetra kita sebut sebagai bayi yang cacat?"

Terdengar setelah itu, jawaban koor (bersamaan), "Iya, cacat.."

Si penceramah melanjutkan bertanya, 
"Lalu, jika ternyata, setiap bayi manusia itu lumrah lahir buta semua... dan ada satu bayi yang matanya dapat terbuka dan melihat, akan tetap kita sebut si bayi melihat itu sebagai sebuah ketidaklaziman?"

Kali ini tak ada jawaban berjamaah. Rupanya sesaat kemudian, hening. Terbayang dalam benakku bahwa pertanyaan dan jawaban itu berasal dari satu forum yang hadirin nya banyak. Dan dengan diamnya pendengar pada pertanyaan kedua, menunjukkan bahwa hadirin mulai memahami maksud si penceramah.

"Itu dia. Kita sebut sesuatu itu cacat karena ketidak biasaannya. Padahal yang tidak biasa itu sebetulnya juga lumrah terjadi. Persepsi dan pendapat manusia kebanyakan lah yang membuat pemahaman kita pun menjadi pengikut pemikiran yang berkembang di antara mereka. Kita dengan mudah memandang orang yang mempunyai 'keterbatasan' itu sebagai sesuatu yang cacat. Padahal sekali-kali tidak. Sekali-kali tidak."

"Apa bahayanya? Dengan hanya berpatokan pada penilaian manusia, kita menjadi sangat rentan dan pasti terjerumus pada ketidak-puasan akan apa yang diberikan kepada kita. 'Wah, kok aku tidak dapat yang itu ya?'"

Bener juga ya. Aku tersentak. Betul sekali.
Wallahi what he says is so true. Begitu kata-kata dari Deen Squad - Friday.
Benar dan sangat membuka pemahamanku yang selama ini hanya mengejar penilaian manusia.

Lupa,
bahwa Allah menciptakan sesuatu apapun di muka bumi dan alam semesta ini tanpa cacat. Tanpa cacat! Flawless. Lalu, penentuan cacat atau tidak itu murni karena pandangan manusia. Karena nafsu manusia. Ya Allah, betul sekali - lalu perasaanku teraduk-aduk, bagai es buah. Teraduk-aduk tetapi menjadi nikmat.

"Oke Yan,
mulai saat ini, syukurilah apa yang Allah kasih ke kamu. Bersyukur dan menerimalah dengan lapang dada. Jikapun tak sesuai dengan harapan awalmu, segeralah beranjak dari perasaan 'tidak terima' itu. Sungguh, itu betul-betul yang terbaik bagimu."

Lalu,
si penceramah mengutarakan kembali nasihatnya.
"Lalu, mengapa sampai saat ini, banyak wanita yang dianggap cantik dan di lain tempat ada yang buruk rupa? Mengapa para lelaki seolah membuka mata hanya kepada wanita yang dianggap superior dari fisik? Bukankah yang ternilai dari seseorang itu bukan dari fisik melainkan dari hati dan akhlaknya?"

Oh meeeen, aku tertohok lagi. Hehe... Sangat benar!

"Maka, siapakah wanita yang sesungguhnya paling cantik bagi para setiap manusia?" Agaknya ini pertanyaan terakhir yang aku tangkap.

Si penceramah menjawab sendiri, "Ia adalah ibu."

Oh sob, makin leleh nih.

"Tak akan pernah ada hati nurani seorang anak mengatakan ibunya buruk rupa. Ia akan sangat rela hati mengatakan ibunya-lah wanita tercantik di dunianya. Tak memandang secara fisik. Ingat, ini adalah fatwa hati. Maka dengarkanlah."

*Menjadi kangen dengan Ummi.