Jumat, 05 Oktober 2012

(Gak) Akan Aku Bangun Bangsa Ini!

Sakit. Beberapa minggu terakhir, aku harus terpaksa menyaksikan dan mengisi bagian hidupku dengan rasa sakit. Kenapa? Ini surat untuk sahabatku, pencerah.

"Sudah cukup buruk, bangsa ini. Moral hancur, tak ada yang bisa diharapkan lagi

Aku punya jalan sendiri. Dan aku sudah putuskan untuk ke luar negeri.
Karena aku sadar, ternyata sejak SMA aku sudah apatis dengan negara dan bangsa ini.

Hanya karena ospek fakultas Patriot 2010 waktu itu, aku sempat 'tersadar' untuk membangun bangsa. Tapi kamu benar, ilmu tidak dihargai di Indonesia.

Kamu benar, Indonesia gak punya seperangkat instrumen yang lengkap dan bagus untuk riset.

Aku emang anak bangsa. Tapi ku gak mau ikut ngurus bangsa yg udah terlanjur sakit ini. Salah2 ikutan sakit. Kayak sekarang ini. Sakit psikis.
Makasih sobat, udah menyadarkan aku tentang ini.

Sip. Aku akan semangat bukan untuk bangsa yang hancur ini.

Idealisme yang aku bangun sehabis ospek fakultas sia2, masih hanya sebatas idealisme di benak saja. Tak pernah bisa direalisasikan sedikit pun.

Bukan karena aku, tapi karena lingkungan yang sudah remuk gak karuan.

Hha, gak papa.
Pokoknya sehabis lulus, begitu ada lowongan ke luar negeri, aku mau ke sana.
Seumpama jadi WNA-pun ndak masalah
Teman2ku di LA, jadi warga negara USA, sukses semua. Brilian semua.
Mau riset apapun, didanai. Hasilnya dihargai.

Gak kayak di indonesia, IAGI aja gak ngasih seminar kit yang hanya 10ribuan.
Sayang memang.

Tapi ku gak mau terlalu galau mikirin kayak gini.
hhe..

Semua pemerintahan di negeri ini, banyak lahan basah untuk korupsi,
apalagi Pertamina!


Udah monopoli pasar minyak Indonesia, tapi masih aja rugi. Apa2an.
Isi semua kementerian dan stakeholder pemerintah pusat tu korup semua, sekalipun kementerian agama.

Memang pahit, melihat kondisi ini.
lebih pahit jika aku pergi dari Indonesia.

Tapi aku gak merasa pahit kayak gitu

Dulu sewaktu aku berangkat ke LA via Singapore, sempat menangis terharu.
Sempat menyenandungkan lagu Tanah Airku Tidak Ku Lupakan.
Membawa nama harum Indonesia ditengah keterpurukan bangsa.

Tapi aku menyesalkan tangisanku itu.

Aku sadar dari obrolan denganmu, politik dan meneliti di Indonesia itu sudah tercampur baur. Gak bisa dibedakan. Mau meneliti tapi tetap aja mikirin politik

Sudah bulat ini tekad, jangan membuat ragu lagi.
Semakin dipikirkan, semakin bulat tekadku sobat.

Aku malah berterimakasih banget sama kamu, yg menyadarkan aku lagi ttg nasionalisme yang busuk itu.

Apa aku mesti melihat dan konsultasi dulu, mana yang baik mana yang buruk?
Apa kamu berharap aku mesti melihat semua dengan netral?
Kalau udah netral, aku harus ngapain?

Orang netral, itu malah gampang terombang ambingkan keadaan. Gak stabil. Gak punya pendirian. Dari pada sempat terombang ambingkan, mending diputusin sekarang. Jangan nunggu sewaktu netral.

Dan aku dah memutuskan untuk terus apatis.
Bullshit omongan anak2 mahasiswa ttg nasionalisme, pancasilais.


Mereka omdo, gak ada aksi nyata.
Kenapa? Karena mereka sendiripun bingung gak ngerti dengan apa itu nasionalisme.
Aku yakin itu. Hanya berolok2 doang.

Kalau mereka ngerti, aksi nyata dong.
Kalau udah gedhe, mereka pun hanya akan korup juga?

Mau ikutan mereka? Gak ah.
Apatis itu enak sobat. Gak usah mikirin orang.

Bingung kan sama jalan pikiranku? Itu yang aku ikuti dari kamu, aku sempat susah ngikuti jalan pikiranmu. Tapi aku punya jalan pikiran sendiri. Khas aku sendiri.

Biar Habibie, Soekarno menangis. What ever.
Habibie ke Jerman, membangun Jerman, dihargai luar biasa. Setengah mati.
Begitu sampai di Indonesia? Ditendang2.
Aku ada di jalan lurus! Orang2 korup itulah yang melenceng. Melencengkan pancasila dan nasionalisme.

Sudah lah sobat. Apapun yang kamu bujukkan ke aku, aku tetap pada pendirianku.
Makasih sobat, sekali lagi. Atas pencerahannya.
Kemarin agak sulit menerima idealisme versi kamu.
Tapi aku paham setelah tau kondisi orang-orang di sekelilingku, aku paham. Memang orang seperti aku gak pantas dan gak dibutuhkan mereka2 yang arogan dan gak elegan.

Sekarang ngomong kayak gini tu yang realistis.
FYI, nanti aku sadarkan adek2ku yang lain, kalau ada kesempatan keluar negeri, keluar lah. Belajarlah di negara orang. Sukseslah disana. Gak usah pulang.
SERIUS: Gak usah pulang, kecuali menengok Orang tua.

Kalau kamu masih apatis, dukung aku.
aku juga akan dukung kamu.

Kita sama2 gerah dengan keadaan Indonesia ini.
Ayo kita rame2 keluar aja, ke negeri orang

Yang jelas, duniaku dunia riset.
Bangun dunia saja


Kamu inspiring banget sobat. Haha
gak usah nyesel. Mestinya kamu bangga, bisa menyadarkan orang lain ttg ini."

Yogyakarta, October 2012

6 komentar:

  1. pikiran yg perlahan2 juga masuk ke pikiran saya, tapi "benteng" saya belum sehancur itu. semoga tidak.

    BalasHapus
  2. Saya sudah terpikir ini sejak lama. Bahkan ketika saya harus membawa nama Indonesia di Russia. Tidak rela rasanya. Ketika dapat medalipun rasanya pengen banget ngomong "This medal doesn't belong to Indonesia. This is mine.". Indonesia sama sekali tidak mendukung apapun yang saya lakukan, kenapa saya harus berkontribusi untuk Indonesia?

    BalasHapus
  3. Pemahaman ku tentang nasionalisme sekarang sudah mulai kuperlebar dan ku redefinisi lagi. Islam sendiri kurang menyukai kita terpecah-belah karena batas negara. Saudara-saudara kita banyak sekali di seluruh dunia, saudara2 muslim. Sungguh sangat disayangkan ketika kontribusi kita, kita batasi karena lingkup wilayah negara. Sungguh tidak ada masalah ketika kita ke negeri orang, dan justru ketika kita ke negeri orang, kita mampu lebih banyak menyebar manfaat dari apa yang kita pelajari daripada kita berada di negeri sendiri, tapi justru tak banyak yang bisa kita perbuat. Islam itu ada untuk global, bukan lokal. Maka muslim pun juga harus demikian, tak sepantasnya kita batasi diri kita lagi, namun mengglobal lah :)

    Kita sendiri masih ingat bahwa Shahabat Rasulullah SAW dan para tabi'in, tabi'ut tabiin sendiri banyak yang wafat di luar Makkah, bahkan mungkin pernah kita dengar bahwa peninggala mereka berada di Turki, mungkin hingga Spanyol (Andalusia misalnya).

    Justru, dengan keberadaan orang Indonesia di luar negeri, mereka bisa membukakan banyak pintu kesempatan untuk kebaikan negeri Indonesia juga. Mungkin sudah waktunya kita mulai mengenalkan paradigma berpikir yang lebih luas lagi untuk mahasiswa kita :)

    Smangat bro! tetap cintai negeri ini, namun tak perlu kau batasi diri :)

    BalasHapus
  4. percaya ga yan.. aku dulu pernah ngobrolin itu saat umurku masih anak smp.. di koridor smp 5.. sama temen2 yang untungnya juga bisa berpikir kritis..

    BalasHapus
  5. ini keren banget. bikin aku sadar juga. dulu aku pernha mikir bahwa aku bakal bisa benerin negeri ini. tapi, setelah waktu berjalan dan sampai sekarang, aku masih mikir gimana caranya benerin negara ini, terimakasih sudah bikin aku berpikir realistis.

    BalasHapus
  6. Apatis boleh, tapi jangan sampai meninggalkan negeri shobat. In sya Allah ketika kita punya niat baik akan dmudahkan oleh Allah swt :)

    BalasHapus

Silakan berkomentar yang sehat