Rabu, 09 Desember 2020

[UPDATE 25/12/2020] Bepergian ke Luar Negeri di masa COVID

sumber gambar: disini

Hai teman-teman semua,

Di sini saya mau berbagi kisah pengalaman saat saya harus travelling meninggalkan tanah air, di masa-masa sulit akibat COVID ini. Jadi, sebagai penumpang yang baik dan tentunya agar lancar perjalanannya, saya harus mengikuti prokes alias protokol kesehatan yang ditentukan untuk perjalanan menggunakan pesawat terbang.

Langsung saja ya.

Beberapa waktu lalu (Oktober 2020), rute terbang saya dari Yogyakarta (YIA) menuju Amsterdam (AMS). Maka saya punya penerbangan domestik (YIA-CGK Jakarta) dan internasional (CGK-AMS). Saran saya kalau memang harus terbang, baik domestik maupun internasional, carilah rute sependek mungkin. Kadang kita kan milih ya, di hari-hari normal, biasanya tiket murah itu selalu banyak transitnya. Lho kan sekalian jalan-jalan kak? Ya iya kalau hari normal, mau cari rute lewat mana aja ya bisa. Tapi musim COVID begini, kalau kita nggak pikir-pikir, (1) makin banyak transit, makin besar kemungkinan terpapar; (2) makin banyak proses/administrasi pengecekan di setiap tempat, padahal sebagai passenger, kita kan pengin serba praktis.

Yuk, kita list dulu apa aja persiapannya (p.s. ini pengalaman Oktober 2020; untuk memastikan yang terbaru, perlu cari tahu lagi ya):

  1. Surat dokter/lab bebas COVID: rapid test dan atau PCR (swab) test. Buat domestik, pemerintah kita cuma mensyaratkan rapid test. Buat internasional, cek di website pemerintah negara tujuan. Kalau saya tujuan Belanda, cuma diminta unduh formulir "Health Declaration Form" yang bisa diunduh di sini.

    Untuk rapid test, sekarang sudah bisa dilakukan dimana-mana dengan harga terjangkau. Kalau saya, karena ingin yang sepi tempat rapid testnya, saya memilih di Gadjah Mada Medical Center (GMC), membayar 150 ribu kalau nggak salah, udah dapat surat sehat berikut.

    Kalau punya uang berlebih dan agar yakin betul-betul sehat, maka bisa daftar swab PCR test. Sebab, rapid test itu hasilnya tentu masih besar ketidak-akuratannya. Bisa-bisa, cuma gegara begadang semalam sebelumnya, paginya aga ngedrop, lalu rapid test, hasilnya reaktif. Kan berabe. Padahal negatif COVID.

    Catatan: hasil tes ini berlaku biasanya 7 hari. Tapi semakin dekat dengan hari H terbang, misal H-2 atau H-1, itu lebih aman di pengecekan administrasi. Dan di bandara keberangkatan, mereka juga ada pos rapid test. Cuma disitu kita gak bisa memprediksi akan seberapa lama hasilnya keluar. Dan kepanikan ini hanya akan membuat pikiran kalut. Jadi sebaiknya, siapkan H-1 deh ya.

    Update informasi per 25 Desember 2020: Pemerintah Belanda memberlakukan wajib negatif PCR test, maksimal 72 jam sebelum boarding (Info selengkapnya ada di sini) dan mengisi formulir deklarasi negatif (diunduh di sini).


  2. Surat sehat dokter. Mungkin ini nggak begitu terpakai, tetapi buat jaga-jaga, siapkan aja. Karena, surat sehat dokter ini biasanya juga ada keterangan kesehatan tambahan kita, e.g. tinggi dan berat badan, usia, tekanan darah, dsb.

  3. Beli tiket pesawat! Ini agak-agak gambling sebetulnya. Antara beli tiket dulu atau tes COVID dulu. Tiket pesawat biasanya dibeli jauh-jauh hari agar dapat harga murah. Sedangkan test COVID, diwajibkan mendekati hari H terbang. Jadi agak tricky. Tapi saran saya, beli aja dulu tiket, baru test. Semisal positif COVID itu sudah resiko, setidaknya tiket yang terbeli masih harga yang murah kan?

  4. Download dan isi eHAC. Ini semacam kontrol kesehatan resmi dari Kemenkes, yang dipakai untuk tracking manakala ada dari penumpang yang ternyata positif COVID. Download aplikasi bisa di Google Playstore atau sejenisnya. Untuk Playstore, silakan dicek di sini 

    Nanti kalau sudah download dan install, silakan diisi eHAC-nya, termasuk detail pesawat dan nomor kursinya. Akan ada QR Code yang nanti di-scan sama petugas di bandara (kalau saya di bandara CGK pas ngecek ini).

  5. Masker! Masker selalu dipasang dimanapun berada. Kalaupun harus dilepas, usahakan di tempat yang sepi. Saran saya, gunakan masker ganda (dobel). Kalau ada masker N95, itu bagus banget. Tapi kalau itu susah didapat, dan punyanya masker non-medis yang hijau atau biru itu, pakai dobel. Kalau pakai masker kain, pastikan pori-pori kainnya yang rapat. Cara ceknya, pakai masker kain, lalu hembuskan nafas ke arah cermin/kaca. Kalau masih berembun, berarti kainnya sia-sia.

    Kalau saya kemarin, karena benar-benar ikhtiar  menjaga diri. Saya pakai dobel, di dalam pakai N95, yang luar pakai yang biasa. Sia-sia? Kalau N95 itu sebetulnya udah cukup. Tapi karena saya mau terbang jauh dan lama, maka pikir saya, biar yang luar itu yang murahan, jadi setiap 5 jam diganti. Lha kalau N95 tok, nanti harus ganti baru kan muahal yak.. hehe... tips aja sih ini.

    Tambahan: Ketika sudah di dalam pesawat, masker tetap dipakai. Boleh dilepas, ketika harus makan/minum untuk penerbangan jauh. Siapkan stok masker ganti di tempat terjangkau, biar cepet gantinya.

    Bolehkah pake face-shield? Tentu boleh, asal tetap pake masker! Masker tidak bisa digantikan oleh face-shield.

    Saya pakai goggle juga, itu lhoh, kacamata laboratorium, yang rapat. Kacamata biasa juga gak papa. Dan saya juga bawa obat tetes pelembab mata, agar mata terlalu kering ketika penerbangan jauh.

  6. Hand sanitizer. Penting ini bawa kemana-mana. Juga tissue alkohol basah, dan kering. Pokoknya alat bersih-bersih lah. Untuk memastikan diri yakin sudah berusaha bersih.

    Pastikan cairan-cairan ini pada botol kemasan travel size ya... alias maksimal 100 mL. Walaupun mereka basisnya alkohol, alias flammable mudah terbakar, tapi selama botolnya transparan dan <100 mL, mereka diperbolehkan dibawa ke kabin atas. Justru, jangan disimpan di koper. Saya dapat info ini dari petugas check-in drop bagasi.
Kira-kira itu sih yang terpenting untuk persiapan. Sisanya mengikuti aturan penerbangan seperti biasa: paspor, visa/resident card, tiket, KTP, bagasi sesuai kuota yang dibeli, hati-hati sama barang berharga versi customs, dsb.

Nah, setelah semua barang ala COVID ini siap, kita masuk ke bandara keberangkatan. Disini saya dicek tiket, paspor, dan surat rapid test nya. Oleh karena itu, siapkan semua berkas ini di tempat yang terjangkau, mudah diambil dengan cepat. Saran saya, pakailah tas kecil di depan/ selempang ala anak muda itu. Jadi tak perlu menurunkan tas ransel dari punggung.

Setelah masuk, mengikuti alur jalan, dan sampailah ke pengecekan surat rapid test nya oleh petugas kesehatan. Disini akan di stempel suratnya dengan cap mereka. Penting: jangan sampai hilang! 

Lalu, bila tidak membawa surat rapid, akan diminta rapid test dulu disitu. Dan ini sangat tidak disarankan karena pasti kita sudah sangat terburu-buru.

Baru kalau lolos, kita masuk ke hall check in drop bagasi. Tunjukkan identitas diri (paspor, KTP) dan surat bebas COVID. Disini alurnya normal seperti biasanya. Lalu setelah beres,  jangan lupa kemasi berkas-berkas tadi. Jangan terburu-buru! Kita sedang membawa banyak berkas. Jangan sampai ketinggalan dan LUPA ditaruh dimana. 

Setelah itu ke ruang tunggu boarding dekat gate. Buat nunggu usahakan cari tempat duduk yang jauh dari keramaian. Nah, disini boleh-boleh aja sambil nyemil/makan.

Waktunya boarding!
Siapkan lagi berkas-berkasnya untuk dicek sama petugasnya. Ingat antri jaga jarak ya.

Lalu tertiblah masuk ke kabin pesawat, dan cari tempat duduk dan masukkan bagasi kabin yang mudah diawasi. 

Biasanya, di masa-masa COVID, jumlah okupansi tempat duduk (jumlah penumpang) cuma 20-an % alias kosong melompong. Good news bukan! Karena memang batasnya 50% kalau gak salah. Bayangkan, penerbangan internasional, lama, dan satu deretan kita kosong... wuih, bisa selonjoran buat tidur... kadang kalau pasang wajah 'masa bodo' bisa nambah makan kali ya.. hehe... tapi terpenting lagi, jadi agak tenang karena isi pesawat sedikit. Dan untuk pesawat ini, dilengkapi sama filter udara yang canggih dengan sirkulasi yang sudah dipehitungkan. Setidaknya untuk pesawat Garuda ya (soalnya saya pakai Garuda dari Yogya ke Amsterdam). Yang lain saya belum tahu.

Trus sampailah di CGK Terminal 3.
Saya jalan menuju hall untuk ambil koper. Oiya! ada kemungkinan teman-teman mengambil koper dan check in drop bagasi ulang ya, karena siapa tau ada pengecekan-pengecekan lagi kan. Ini untuk yang internasional, karena bergantung dengan perbedaan regulasi penumpang begitu.

Di tengah jalan menuju hall klaim koper, seluruh penumpang diminta menunjukkan QR Code eHAC. Makanya isi eHAC sebelum berangkat ya, biar disini cepat.

Terus ambil koper. Karena saya harus ke gate internasional, saya naik ke lantai atas untuk check in bagasi di hall check in. Singkat cerita, semua beres. Masuk lewat pengecekan imigrasi, beres. Nunggu. Lapar, tapi toko-toko di dalam ruang tunggu banyak yang tutup. Jadi, lagi-lagi bawalah cemilan sendiri dari rumah.

Kemudian boarding seperti biasa dan....... sampailah di Schiphol dengan selamat dan aman. Alhamdulillah.

Disini kemudian kita langsung ke cek imigrasi. Karena saya ada kartu residen, walaupun paspor saya paspor Indonesia hijau, saya harusnya bisa ikut antrian EU Citizen. Tapi demi ingin agak ngantri, sambil ngumpulin nyawa. Nah, disini cek paspor sama Health Declaration Form tadi. Begitu beres, cus ambil koper dan keluar bandara. Lalu beli tiket kereta, dan otw menuju Enschede.

Jika ada tambahan/kekurangan/saran/update info, kabari saya yaa... biar saya update lagi catatan ini, dan membantu teman-teman yang lain.

Makasih.
@Enschede Belanda

Jumat, 03 Juli 2020

Memperpanjang Paspor di Unit Layanan Paspor (ULP) Bantul - Juli 2020

Ini adalah pengalaman saya memperpanjang (mengganti) paspor saya karena sudah mau kadaluarsa. Jadi, perlu diketahui bahwa pengurusan perpanjangan (pergantian) paspor yang mau habis itu bisa dilakukan sejak 6 bulan sebelum tanggal kadaluarsanya. 

Oiya, ini paspor saya yang berwarna hijau. Jadi tidak tahu saya kalau untuk perpanjangan paspor biru alias paspor dinas. Mungkin sama, mungkin berbeda. Saya juga kok ya tidak tanya sekalian sama petugasnya ya.


Nah, bagi teman-teman yang akan memperpanjang paspor, kuy disimak catatan perjalanan saya. Saya akan menceritakan pengalaman saya sekaligus beberapa hal yang perlu jadi perhatian. Mungkin jadi tips juga.


1. Booking lewat antrian.imigrasi.go.id atau unduh aplikasi layanan paspor online lewat android atau iOS. Perlu diketahui, bisa dapat nomor antrian ini bener-bener keberuntungan lho. Susaah banget dapatnya. Kalau kata apps/websitenya, pengambilan nomor antrian tersedia pada hari Jumat s.d. Minggu. Itu menurut pengalaman, Jumat jam 14 buka antrian, jam 15 udah habis. Saya hari Jumatnya sempat putus asa.

Kiri: lewat apps, Error - Kanan: lewat website, capcha nya aja gak ada.
Beberapa teman menyarankan untuk datang offline aja. Memang sih, perlu usaha lebih. Toh kalau ada error saat masuk ke laman apps maupun websitenya, setidaknya bisa tanya petugas on the spot. Namun alhamdulillah, hari Sabtu pagi-pagi saya iseng buka lagi apps saya di android, dan voila! Saya bisa masuk ke lamannya dengan lancar, dan bisa dapat nomor antrian! Bersyukur beud.



Pilih tempat/kantornya ini pun bisa jadi tricky. Pilihlah kantor yang relatif tidak akan jadi jujugan banyak orang. Biasanya kantor-kantor imigrasi cabang lebih sepi. Untuk DIY sendiri ada 3 kantor: 1 kantor pusat di dekat bandara, 1 Unit Layanan Paspor (ULP) Bantul - utaranya gerbang UMY Ringroad barat, dan 1 kantor cabang di Kota Wates, Kulon Progo.


Saya pilih yang ULP Bantul. Dan dapat! Itupun saat itu tinggal 3 nomor termasuk saya. Geregetan.


2. Saya save dan screenshot. Ini sesuai dengan petunjuknya kok.


3. Siapkan berkas-berkas berikut:


  • Paspor lama, 
  • KTP elektronik, 
  • Kartu Keluarga (KK), 
  • Akta lahir, 
  • Buku/surat nikah/ijazah. Kalau aku bawa buku nikah. Ini fungsinya untuk verifikasi nama, apakah sudah benar konsisten atau belum: ini termasuk singkatan-singkatan nama.
  • Kalau kamu domisilinya dari luar daerah (luar propinsi), kamu akan diminta surat pengantar alasan kenapa bikin paspornya di propinsi DIY. Untuk kamu para mahasiswa, suratnya harus dari departemen/jurusan/prodi. Untuk kamu para pekerja/pegawai, mintalah dari atasan. Untuk orang umum, minta surat pengantar dari Kelurahan. - Ini informasi verbal dari petugasnya disana.

    Fotokopi semua berkas 1 kali. Yang asli tetap dibawa untuk verifikasi.
  • Jangan lupa bawa materai 6000 sebanyak 1 lembar.
4. Pada hari yang dijanjikan, bawa berkas dan skrinsut-an nomor antrian ke kantor yang sesuai dengan pilihanmu saat mendaftar antrian. Lalu bawa semua berkas ke petugas untuk dapat nomor antrian lagi. Kalau kasusku kemarin, disini mulai ditanya-tanya, untuk apa, kemana... lalu kita diberi:

  • map kuning khusus dari sana, diisi nama dan lain-lain pada bagian muka depan.
  • formulir isian, diisi full sesuai petunjuk. 
  • formulir pernyataan kebenaran data, diisi sesuai petunjuk dan materai, tanda tangan diatas materai.

    Tenang, disana banyak bolpen hitam disediakan!

5. Terus menunggu dipanggil untuk verifikasi entry, ejaan nama, dsb. Siapkan berkas-berkas dalam map kuning yang tadi. Bakal ditanya-tanya lagi disini keperluannya apa, dan mau kemana, dst.


6. Setelah itu baru foto dan input sidik jari. Sebetulnya cuma disamping persis sih, namun bisa jadi antri agak banyak, jadi mungkin nunggu dipanggil lagi.


7. Setelah itu, kamu akan menerima tagihan untuk dibayar, biaya pembuatan paspor.
Untuk kasus saya, karena sistem baru perbaikan katanya, maka dikasih solusi: akan diberitahu bukti tagihannya ke nomor WA, lalu bawa nomor WA tersebut ke teller bank (mana saja). Harus teller, biar dapat bukti bayar yang besar itu. Terus 3 hari kerja setelah bayar, ke ULP lagi, buat ambil paspor. DONE!

Itu sekilas cerita pengalaman penggantian paspor karena sudah mau habis masa berlaku. Semoga bermanfaat bagi teman-teman semua yang mau mengganti paspornya, atau bikin baru pertama kali... kurang lebih sama alur dan syaratnya. Yang paling ngeselin adalah rebutan slot antrian lewat apps atau websitenya. Saran saya, carilah waktu yang paling seloo.. misalnya pagi2, atau bahkan dini hari... Sebab kalau siang dan sore, sudah pasti yang akses dua kanal itu banyak orang.. padat.