Minggu, 02 Juli 2017

Extended family

Saya jadi teringat beberapa waktu yang lalu ngobrol dengan adik saya yang bernama Aldo di sebuah ruangan di Lab. Obrolan waktu itu temanya tentang pilihan antara lanjut sekolah S2 atau menjadi buruh di suatu perusahaan atau berwirausaha. Saya katakan pada Aldo bahwa jikalau memilih S2 pada akhirnya, jangan sampai sekolah S2 sebagai pelarian dari kenyataan bahwa tidak ada lowongan kerja atau malas berwirausaha. Jangan.

Lalu, obrolan mengalir pada satu hal yang membuat saya kepikiran akhir-akhir ini: extended family alias keluarga besar. Sebuah tatanan keluarga yang melebar tidak hanya sesempit ayah, ibu, dan saudara kandung namun juga merambah kepada suatu kelompok keluarga yang disebut trah atau bani.

Aldo: "Mas, extended family-ku rese. Nyebelin."

Yes, saya pun hampir seratus persen mengiyakan. Mostly memang seperti itu. Apalagi ke-rese-an itu akan makin menjadi-jadi tatkala suatu trah berkumpul. Mana ada yang nanya kabar IPK kek gimana, kapan lulus, udah kerja dimana, gaji berapa, mana pacarnya, kapan nikah, ngontrak rumah atau masih tinggal sama ortu, si istri udah isi apa belum, daaan masih buanyak lagi tanya-tanya yang sebenarnya meaningless. Kalau sudah tahu IPK, sudah tahu bahwa saya lulus, bahwa saya belum kerja, belum ada gaji, masih nge-jomblo, boro-boro nikah - ngontrak rumah - dan si istri hamil..., lalu si penanya bisa ngasih apa? Solutif juga enggak.

Tentang extended fam.
Benar juga memang, bahwa sebenarnya dari keluarga kandung kita yang kecil, ayah bunda dan saudara kita mengerti betul perjuangan kita, terseok-seoknya kita, jatuh bangunnya kita menyusun tugas kuliah, kerja sampingan ini dan itu...dan mereka memahami dan tidak banyak bertanya akan molornya kuliah, kecilnya IPK, dan sebagainya. Justru dari keluarga besar atau extended family kitalah yang menimbulkan friksi yang cukup menyayat hati. Okelah, anggap itu sebuah kewajaran. Namun, kembali lagi kepada esensi pertanyaan mereka. Tidak ada. Yang ada malah akan ada pembandingan dengan si A dan si B, lalu muncul kesombongan-kesombongan, dan merendahkan siapapun yang di mata mereka kalah sukses. Iya kan?

Guys,
sudah banyak yang memberikan nasihat-nasihat di media sosial tentang adab berkeluarga besar. Apa guna bertemu trah jika kehadiran masing-masing keluarga hanya untuk saling show off. Apalah arti "rindu dan kangen" yang dirasa sebelum berkumpul?

Bijak dan rendah hati. Sikap solutif yang saat ini dan selamanya jitu, untuk menjadi masing-masing anggota trah yang hangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan berkomentar yang sehat