Senin, 27 Agustus 2012

Saya Benci Dosen!

Eits, tunggu dulu!
Saya bercita-cita pengin jadi dosen. Dosen apa? Dosen yang baik hati, tidak sombong, dan suka menabung mengajarkan kuliah geologi. Saya bener-bener ngebet sama status dosen dan tugas mulianya. Maklumlah, saya dilahirkan di kalangan pendidik. Bapak Ibu saya adalah guru.

Tugas mengajar atau menularkan ilmu itu sungguh suatu pekerjaan yang sangat saya sukai. Betapa tidak, jika diniatkan ibadah, akan berbuah hasil pahala yang tiada putus-putusnya, sampai mati sekalipun. Okelah, sekarang kita ngomong tentang dosen. Dosen itu mengajar atau menularkan ilmu kepada mahasiswa di bangku kuliah, bisa di institut, universitas, atau sekolah tinggi tertentu. Nah, karena bapak ibu saya adalah guru, maka saya pengin juga jadi guru, tapi gurunya guru alias dosen.


Nah, masalahnya adalah dosen yang baik itu yang kayak apa?
Dosen yang baik adalah dosen yang berhasil dengan apa yang dia ajarkan. Misal, mahasiswa bisa mengerti apa yang dipelajarinya. Namun itu gak cukup untuk disebut sebagai seorang dosen yang berpengaruh bagus.

Dosen itu mesti killer!

Iyakah? Gak, saya amat sangat gak setuju jika dosen itu mesti harus killer. Itu yang saya benci dari sosok dosen. Gak perlu juga harus kanibal. Mempersulit peserta didik adalah sesuatu yang menjijikkan menyebalkan. Kenapa? Soalnya itu gak jaman lagi. Dan trend saat ini, tidak perlu adanya suatu ke-killer-an untuk menanamkan pengaruh bagi mahasiswa. Bahkan, sikap2 kuno dosen itu hanya akan mengerdilkan komunikasi antara mahasiswa dan dosen. Akan ada gap yang hanya akan mengucilkan kerjasama antara dosen dengan mahasiswa.

Tapi nanti kalau mahasiswanya norak sama dosen? Well, itu salah satu problem kehidupan perkuliahan ini. Banyak yang mengatasnamakan ke-killer-an dosen itu sebagai pengontrol sikap mahasiswa kepada mahasiswanya. But, apakah kita tak pernah mengira bahwa akibat killer-nya dosen, akan bisa menjadi bom waktu yang entah kapan meledaknya? Mahasiswa akan terdogmatisasi sehingga di masa depan, ia akan tidak jauh2 dengan killer2 yang diturunkan dari dosennya.

Kalau melihat kenyataan di lapangan nih ya, banyak kok dosen2 muda yang disenangi mahasiswa, namun tetap mempunyai wibawa. Tetap dikagumi. Jadi, gak ada hubungannya kan killer dengan menjaga wibawa?


Trend Global!

Saat ini, sudah banyak dosen2 muda yang mempunyai pembaruan metode dari ke-killer-an menjadi lebih kooperatif dengan mahasiswa. Walhasil, baru-baru ini banyak terobosan riset yang brilian dan sudah bersaing dengan dunia luar. Sebut saja, proyek2 IT mahasiswa, proyek2 nanoteknologi, dan sepertinya masih banyak yg tidak bisa disebutkan satu persatu secara detail.

Paspor Kuliah
Saya ingin menjadi dosen yang baru, generasi baru. Saya terinspirasi dengan salah satu dosen Universitas Indonesia, yang mewajibkan mahasiswa di kelasnya untuk membuat paspor. Terserah, nanti paspornya akan kapan terpakai, yang jelas saat ini harus sudah punya. Dan pada akhirnya, belum masuk tahun2 kelulusan, sebagian besar mahasiswa di kelas itu pernah menginjakkan kakinya di negeri orang. Gak peduli, apakah ikut lomba atau kompetisi, atau sekedar melancong. Yang jelas, paspor2 itu sudah memotivasi semua mahasiswanya. Luar biasa bukan?


Kalau bisa dipermudah, kenapa dipersulit?
Sering banget ya kita mendengar kalimat2 eksotis ini didengung-dengungkan. Eksotis? Saya menyebut demikian karena kalimat ini unik dan memang benar adanya. Dosen yang baik adalah dosen yang tidak mempersulit mahasiswa. Mahasiswa akan berprestasi, disendat-sendat. Mahasiswa punya kesempatan ke luar negeri, dijegal di administrasi. What's wrong dengan mahasiswa? Di sisi lain, ada banyak juga dosen yang seenaknya luar biasa ikut konferensi kesana kemari tanpa beban, dan meninggalkan tugas seabrek ke mahasiswa. "Besok dikumpul di mail box saya ya. Soalnya minggu ini saya ke Wina, minggu depannya ke London, trus pulang, minggu selanjutnya ke Los Angeles."

So?
Tenang aja, lambat laun, dosen2 yang killer2 akan purna, dan saatnya dosen2 muda dengan sikap dan sifat akademis yang lebih baik berbeda. Saya 
lepas tangan kalau killer itu udah jadi watak manusia itu. Jadi kedepannya, mari kita ubah yang kuno buruk-buruk, menjadi yang baik2 dan modern. ***

3 komentar:

  1. justru menurutku dosen killer tu bisa membuat mahasiswa bener2 nginget matkul yg diajarin sm dosen itu. Pengalaman di semester ini ada 2 matkul yg diajarin sm 1 dosen killer (galak + suka ngece2 mahasiswa kalo ga bisa jawab). Apa hasilnya? mahasiswa lebih terpacu utk belajar, jadi hasilnya lebih berasa gitu yan utk jangka waktu lama. Tapi sisi buruknya "emang jadi ada GAP" antara dosen dan mahasiswa. Jadi menurutku ga smua dosen harus killer.

    BalasHapus
  2. kalau menurut aku sih yan tergantung mindset masing2 individu serta tujuan yang ingin dicapai, setiap orang punya cara berbeda dalam menyampaikan suatu hal yang mestinya harus kita hormati hal itu selagi itu bertujuan untuk kebaikan dan menyebarkan kebenaran atau lebih tepatnya realita yang ada pada waktu itu sehingga dikemudian hari akan membaik. kembali lagi ke hal masaah sikap dosen seperti apa dalam penyampaiannya, menurutku apapun metodenya akan seperti pisau dengan dua sisi yang beda, satunya runcing dan yang lain tumpul, hal ini juga ga terlepas bagaimana cara kita menyikapinya dan bisa saja cara dosen menyikapinya, terlepas dari itu no one is perfect, pasti ada kekurangan dan kelebihan, do the best aja, wkwkwk

    BalasHapus
  3. Dosen yang baik itu, yg mampu menginspirasi, memorivasi, menanamkan value2 baru pada mahasiswanya, baik dengan ceritanya sendiri mwpun cerita org lain. Dan lagi, dialah yg mmpu mmbuka pikiran mhasiswanya, broaden up your mind scara ga lgsg...

    BalasHapus

Silakan berkomentar yang sehat