Hai sob,
hari ini, aku baru mendapat pencerahan. Yakin, ini menjelaskan sejelas-jelasnya bagaimana rupa dan bentuk sebuah rejeki dari Allah. Ceritanya, aku mampir ke sebuah tempat di daerah Terban, selatannya kompleks UGM, Yogyakarta. Lalu, terdengarlah suara seseorang yang terasa empuk dan nyaman di telinga. Maka sayup-sayup di antara keramaian antrian bangjoo KFC Terban, ku cermati setiap penjelasan dari seseorang itu. Rupanya, ada semacam ceramah begitu di sekitar perempatan itu.
Begini penjelasannya (secara garis besarnya saja ya... karena ya cuma sayup-sayup ndengerin-nya):
Ada pertanyaan,
"Apa jadinya, jika lumrahnya saat setiap bayi manusia dilahirkan di dunia ini dengan keadaan kedua mata dapat memandang dengan sempurna berikut berkedip, lalu ada kalanya bayi lahir dengan mata tertutup alias buta? Apa yang akan kita labelkan kepada adik bayi yang kedua? ... apakah si adik bayi yang tunanetra kita sebut sebagai bayi yang cacat?"
Terdengar setelah itu, jawaban koor (bersamaan), "Iya, cacat.."
Si penceramah melanjutkan bertanya,
Si penceramah melanjutkan bertanya,
"Lalu, jika ternyata, setiap bayi manusia itu lumrah lahir buta semua... dan ada satu bayi yang matanya dapat terbuka dan melihat, akan tetap kita sebut si bayi melihat itu sebagai sebuah ketidaklaziman?"
Kali ini tak ada jawaban berjamaah. Rupanya sesaat kemudian, hening. Terbayang dalam benakku bahwa pertanyaan dan jawaban itu berasal dari satu forum yang hadirin nya banyak. Dan dengan diamnya pendengar pada pertanyaan kedua, menunjukkan bahwa hadirin mulai memahami maksud si penceramah.
Kali ini tak ada jawaban berjamaah. Rupanya sesaat kemudian, hening. Terbayang dalam benakku bahwa pertanyaan dan jawaban itu berasal dari satu forum yang hadirin nya banyak. Dan dengan diamnya pendengar pada pertanyaan kedua, menunjukkan bahwa hadirin mulai memahami maksud si penceramah.
"Itu dia. Kita sebut sesuatu itu cacat karena ketidak biasaannya. Padahal yang tidak biasa itu sebetulnya juga lumrah terjadi. Persepsi dan pendapat manusia kebanyakan lah yang membuat pemahaman kita pun menjadi pengikut pemikiran yang berkembang di antara mereka. Kita dengan mudah memandang orang yang mempunyai 'keterbatasan' itu sebagai sesuatu yang cacat. Padahal sekali-kali tidak. Sekali-kali tidak."
"Apa bahayanya? Dengan hanya berpatokan pada penilaian manusia, kita menjadi sangat rentan dan pasti terjerumus pada ketidak-puasan akan apa yang diberikan kepada kita. 'Wah, kok aku tidak dapat yang itu ya?'"
Bener juga ya. Aku tersentak. Betul sekali.
Bener juga ya. Aku tersentak. Betul sekali.
Wallahi what he says is so true. Begitu kata-kata dari Deen Squad - Friday.
Benar dan sangat membuka pemahamanku yang selama ini hanya mengejar penilaian manusia.
Lupa,
bahwa Allah menciptakan sesuatu apapun di muka bumi dan alam semesta ini tanpa cacat. Tanpa cacat! Flawless. Lalu, penentuan cacat atau tidak itu murni karena pandangan manusia. Karena nafsu manusia. Ya Allah, betul sekali - lalu perasaanku teraduk-aduk, bagai es buah. Teraduk-aduk tetapi menjadi nikmat.
"Oke Yan,
mulai saat ini, syukurilah apa yang Allah kasih ke kamu. Bersyukur dan menerimalah dengan lapang dada. Jikapun tak sesuai dengan harapan awalmu, segeralah beranjak dari perasaan 'tidak terima' itu. Sungguh, itu betul-betul yang terbaik bagimu."
Lalu,
si penceramah mengutarakan kembali nasihatnya.
"Lalu, mengapa sampai saat ini, banyak wanita yang dianggap cantik dan di lain tempat ada yang buruk rupa? Mengapa para lelaki seolah membuka mata hanya kepada wanita yang dianggap superior dari fisik? Bukankah yang ternilai dari seseorang itu bukan dari fisik melainkan dari hati dan akhlaknya?"
Oh meeeen, aku tertohok lagi. Hehe... Sangat benar!
"Maka, siapakah wanita yang sesungguhnya paling cantik bagi para setiap manusia?" Agaknya ini pertanyaan terakhir yang aku tangkap.
Si penceramah menjawab sendiri, "Ia adalah ibu."
Oh sob, makin leleh nih.
Oh sob, makin leleh nih.
"Tak akan pernah ada hati nurani seorang anak mengatakan ibunya buruk rupa. Ia akan sangat rela hati mengatakan ibunya-lah wanita tercantik di dunianya. Tak memandang secara fisik. Ingat, ini adalah fatwa hati. Maka dengarkanlah."
*Menjadi kangen dengan Ummi.
*Menjadi kangen dengan Ummi.
tuh mas! makanya buruan move on dari mbak mbak berbaju putih #eh
BalasHapusItu yang mana ya Nin? Yang klebet-klebet? Hehehe
HapusWah ceritanya sangat menginspirasi, terimakasih untuk pencerahanya..
BalasHapus