Di sini saya mau berbagi kisah pengalaman saat saya harus travelling meninggalkan tanah air, di masa-masa sulit akibat COVID ini. Jadi, sebagai penumpang yang baik dan tentunya agar lancar perjalanannya, saya harus mengikuti prokes alias protokol kesehatan yang ditentukan untuk perjalanan menggunakan pesawat terbang.
Langsung saja ya.
Beberapa waktu lalu (Oktober 2020), rute terbang saya dari Yogyakarta (YIA) menuju Amsterdam (AMS). Maka saya punya penerbangan domestik (YIA-CGK Jakarta) dan internasional (CGK-AMS). Saran saya kalau memang harus terbang, baik domestik maupun internasional, carilah rute sependek mungkin. Kadang kita kan milih ya, di hari-hari normal, biasanya tiket murah itu selalu banyak transitnya. Lho kan sekalian jalan-jalan kak? Ya iya kalau hari normal, mau cari rute lewat mana aja ya bisa. Tapi musim COVID begini, kalau kita nggak pikir-pikir, (1) makin banyak transit, makin besar kemungkinan terpapar; (2) makin banyak proses/administrasi pengecekan di setiap tempat, padahal sebagai passenger, kita kan pengin serba praktis.
Yuk, kita list dulu apa aja persiapannya (p.s. ini pengalaman Oktober 2020; untuk memastikan yang terbaru, perlu cari tahu lagi ya):
- Surat dokter/lab bebas COVID: rapid test dan atau PCR (swab) test. Buat domestik, pemerintah kita cuma mensyaratkan rapid test. Buat internasional, cek di website pemerintah negara tujuan. Kalau saya tujuan Belanda, cuma diminta unduh formulir "Health Declaration Form" yang bisa diunduh di sini.Untuk rapid test, sekarang sudah bisa dilakukan dimana-mana dengan harga terjangkau. Kalau saya, karena ingin yang sepi tempat rapid testnya, saya memilih di Gadjah Mada Medical Center (GMC), membayar 150 ribu kalau nggak salah, udah dapat surat sehat berikut.Kalau punya uang berlebih dan agar yakin betul-betul sehat, maka bisa daftar swab PCR test. Sebab, rapid test itu hasilnya tentu masih besar ketidak-akuratannya. Bisa-bisa, cuma gegara begadang semalam sebelumnya, paginya aga ngedrop, lalu rapid test, hasilnya reaktif. Kan berabe. Padahal negatif COVID.Catatan: hasil tes ini berlaku biasanya 7 hari. Tapi semakin dekat dengan hari H terbang, misal H-2 atau H-1, itu lebih aman di pengecekan administrasi. Dan di bandara keberangkatan, mereka juga ada pos rapid test. Cuma disitu kita gak bisa memprediksi akan seberapa lama hasilnya keluar. Dan kepanikan ini hanya akan membuat pikiran kalut. Jadi sebaiknya, siapkan H-1 deh ya.
- Surat sehat dokter. Mungkin ini nggak begitu terpakai, tetapi buat jaga-jaga, siapkan aja. Karena, surat sehat dokter ini biasanya juga ada keterangan kesehatan tambahan kita, e.g. tinggi dan berat badan, usia, tekanan darah, dsb.
- Beli tiket pesawat! Ini agak-agak gambling sebetulnya. Antara beli tiket dulu atau tes COVID dulu. Tiket pesawat biasanya dibeli jauh-jauh hari agar dapat harga murah. Sedangkan test COVID, diwajibkan mendekati hari H terbang. Jadi agak tricky. Tapi saran saya, beli aja dulu tiket, baru test. Semisal positif COVID itu sudah resiko, setidaknya tiket yang terbeli masih harga yang murah kan?
- Download dan isi eHAC. Ini semacam kontrol kesehatan resmi dari Kemenkes, yang dipakai untuk tracking manakala ada dari penumpang yang ternyata positif COVID. Download aplikasi bisa di Google Playstore atau sejenisnya. Untuk Playstore, silakan dicek di siniNanti kalau sudah download dan install, silakan diisi eHAC-nya, termasuk detail pesawat dan nomor kursinya. Akan ada QR Code yang nanti di-scan sama petugas di bandara (kalau saya di bandara CGK pas ngecek ini).
- Masker! Masker selalu dipasang dimanapun berada. Kalaupun harus dilepas, usahakan di tempat yang sepi. Saran saya, gunakan masker ganda (dobel). Kalau ada masker N95, itu bagus banget. Tapi kalau itu susah didapat, dan punyanya masker non-medis yang hijau atau biru itu, pakai dobel. Kalau pakai masker kain, pastikan pori-pori kainnya yang rapat. Cara ceknya, pakai masker kain, lalu hembuskan nafas ke arah cermin/kaca. Kalau masih berembun, berarti kainnya sia-sia.Kalau saya kemarin, karena benar-benar ikhtiar menjaga diri. Saya pakai dobel, di dalam pakai N95, yang luar pakai yang biasa. Sia-sia? Kalau N95 itu sebetulnya udah cukup. Tapi karena saya mau terbang jauh dan lama, maka pikir saya, biar yang luar itu yang murahan, jadi setiap 5 jam diganti. Lha kalau N95 tok, nanti harus ganti baru kan muahal yak.. hehe... tips aja sih ini.Tambahan: Ketika sudah di dalam pesawat, masker tetap dipakai. Boleh dilepas, ketika harus makan/minum untuk penerbangan jauh. Siapkan stok masker ganti di tempat terjangkau, biar cepet gantinya.Bolehkah pake face-shield? Tentu boleh, asal tetap pake masker! Masker tidak bisa digantikan oleh face-shield.Saya pakai goggle juga, itu lhoh, kacamata laboratorium, yang rapat. Kacamata biasa juga gak papa. Dan saya juga bawa obat tetes pelembab mata, agar mata terlalu kering ketika penerbangan jauh.
- Hand sanitizer. Penting ini bawa kemana-mana. Juga tissue alkohol basah, dan kering. Pokoknya alat bersih-bersih lah. Untuk memastikan diri yakin sudah berusaha bersih.Pastikan cairan-cairan ini pada botol kemasan travel size ya... alias maksimal 100 mL. Walaupun mereka basisnya alkohol, alias flammable mudah terbakar, tapi selama botolnya transparan dan <100 mL, mereka diperbolehkan dibawa ke kabin atas. Justru, jangan disimpan di koper. Saya dapat info ini dari petugas check-in drop bagasi.